Kawasan Konservasi

I. Pendahuluan

Pengelolaan kawasan konservasi merupakan salah amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengelolaan kawasan konservasi saat ini dinilai sangat penting karena kawasan konservasi diharapkan mampu berperan sebagai areal pengawetan keanekaragaman genetik, spesies dan sekaligus ekosistem alami dari berbagai jenis hidupan liar. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap bahaya pemanasan global, memberi pengaruh perubahan persepsi terhadap keberadaan kawasan konservasi, selain berfungsi sebagai areal pengawetan keanakaragaman hayati, kawasan konservasi dinilai merupakan salah satu unsur penting untuk memperlambat laju pemanasan global.

Upaya pengelolaan kawasan konservasi di Sumatera Barat telah dimulai sejak jaman Hindia Belanda, dari data yang ada, kawasan Cagar Alam Lembah Anai telah mulai ditunjuk dan dikelola sebagai kawasan perlindungan alam sejak tahun 1922. Setelah kemerdekaan, kawasan-kawasan konservasi di Sumatera Barat diperluas, hingga saat ini hampir 20% (seluas 807.336,89 ha) areal propinsi Sumatera Barat telah ditunjuk sebagai kawasan konservasi. Dari jumlah tersebut, sekitar 247.505,34 ha, atau mencapai hampir 6% dari luas propinsi atau 30,66% dari areal konservasi tersebut di kelola oleh Balai KSDA Sumatera Barat.

Keberadaan kawasan konservasi tersebut saat ini menghadapi tantangan karena peningkatan jumlah penduduk, meningkatnya kebutuhan pemanfaatan SDA, krisis keanekaragaman hayati hingga perubahan iklim secara global. Salah satu upaya untuk merespon tantangan dalam pengelolaan kawasan konservasi tersebut adalah dengan menyebarluaskan informasi tentang keberadaan kawasan konservasi kepada masyarakat, diharapkan dengan meningkatnya pengetahuan dan kesadaran, upaya pengelolaan dan pelestarian kawasan konservasi mendapat respon positif dan dukungan masyarakat luas.

Salah satu upaya penyebarluasan informasi tersebut adalah melalui penerbitan buku informasi kawasan konservasi ini. Penerbitan buku ini dibiayai dari anggaran DIPA Balai KSDA Sumatera Barat Tahun Anggaran 2017.

Defenisi

Untuk menyamakan persepsi isitlah dan defenisi yang digunakan dalam buku ini dibawah ini disajikan defenisi istilah-istilah yang digunakan dalam buku ini:

1. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.

2. Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.

3. Kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

4. Cagar alam adalah kawasan suaka alam karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami.

5. Suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.

6. Taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.

Data dan Infomasi

Data yang digunakan dalam buku informasi ini berasal dari hasil pengukuran informasi spasial lapangan. laporan hasil pelaksanaan kegiatan, dokumen perencanaan dan data informasi yang dikumpulkan oleh Balai KSDA Sumatera Barat sesuai dengan aktifitas pengelolaan kawasan yang dilakukan serta data informasi yang diperolah dari pihakpihak lain. Beberapa produk dan lembaga sumber data yang digunakan dalam buku peta ini adalah: 1. Informasi umum mengenai jalan dan lokasi di Sumatera Barat didapat dari data Rupa Bumi Indonesia; 2. Tata hutan mengacu pada Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.35/Menhut-II/2013 tanggal 15 Januari 2013 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kehutan dan Perkebunan Nomor 422/KptsII/1999 tanggal 15 Juni 1999 Tentang Penunjukkan Kawasan Hutan di WIlayah Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat seluas 2.600.286 (Dua Juta Enam Ratus Ribu Dua Ratus Delapan Puluh Enam) Hektar.

3. Peta-peta tata batas kawasan, data spasial kawasan konservasi yang dikelola Balai KSDA Sumatera Barat. Selain menggunakan data dan informasi dari pihak-pihak tersebut di atas, muatan informasi dalam buku peta ini sebagian berasal dari aktifitas pengelolaan kawasan konservasi yang dilakukan oleh Balai KSDA Sumatera Barat. Hak cipta data dan informasi tersebut milik masingmasing lembaga tersebut di atas.

Update Data

Dari Buku Informasi kawasan terakhir (2012) terjadi perubahan terhadap kawasan konservasi, khususnya pada kawasan yang dulunya masih berfungsi umum (Kawasan Suaka Alam/ Kawasan Pelelestarian Alam atau hutan konservasi secara umum) telah ditetapkan fungsi pengelolaan yang lebih mendetail. Perhatian Mekanisme legal penataan batas kawasan konservasi memiliki prosedur yang komprehensif dan berkembang secara dinamis, data dan informasi yang ada dalam buku informasi ini tidak dapat dijadikan pedoman dan sama sekali tidak dapat dijadikan landasan hukum.

Untuk kepastian hukum batas kawasan hutan, silahkan cek dengan dokumen penataan batas yang resmi dan atau hubungi lembaga yang berwenang. Pemuatan peta batas kawasan konservasi dimaksudkan untuk menggambarkan secara spasial posisi kawasan, tidak dimaksudkan untuk menggantikan dokumen penataan batas yang berlaku.

Singkatan-singkatan

CA = Cagar alam

HL = Hutan lindung

KSA = Kawasan Suaka Alam

KPA = Kawasan Pelestarian Alam

TWA = Taman Wisata Alam

TWA L = Taman Wisata Alam Laut

Tahura = Taman Hutan Raya

KSDA = Konservasi sumber daya alam

II. Balai KSDA Sumbar

Organisasi Balai KSDA Sumatera Barat dibentuk dan diatur berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.8/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 29 Januari 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam tanggal 29 Januari 2016.

Menurut Peraturan tersebut, Balai KSDA Sumatera Barat mempunyai tugas penyelenggaraan konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya di cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam dan taman buru serta koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan kawasan ekosistem esensial berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selain itu, Balai KSDA Sumatera Barat dibebankan untuk melaksanakan fungsi sebagai berikut:

1. inventarisasi potensi, penataan kawasan dan penyusunan rencana pengelolaan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam dan taman buru;

2. pelaksanaan perlindungan dan pengamanan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam, taman buru;

3. pengendalian dampak kerusakan sumber daya alam hayati;

4. pengendalian kebakaran hutan di cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam dan taman buru;

5. pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa liar beserta habitatnya serta sumberdaya genetik dan pengetahuan tradisional;

6. pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan;

7. evaluasi kesesuaian fungsi, pemulihan ekosistem dan penutupan kawasan;

8. penyiapan pembentukan dan operasionalisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK);

9. penyediaan data dan informasi, promosi dan pemasaran konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya;

10. pengembangan kerjasama dan kemitraan bidang konservasi sumberdaya alam dan ekosistemnya;

11. pengawasan dan pengendalian peredaran tumbuhan dan satwa liar;

12. koordinasi teknis penetapan koridor hidupan liar;

13. koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan kawasan ekosistem esensial;

14. pengembangan bina cinta alam serta penyuluhan konservasi sumberdaya alam dan ekosistemnya;

15. pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan konservasi;

16. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga serta kehumasan.

Struktur Organisasi

Balai KSDA Sumatera Barat diketegorikan Balai Tipe A dengan 4 jabatan eselon IV-a sebagai berikut:

1. Kepala Sub Bagian Tata Usaha yang berkedudukan di Padang;

2. Kepala Seksi Konservasi Wilayah I yang berkedudukan di Lubuk Sikaping dengan wilayah kerja: Kabupaten Pasaman, kabupaten Pasaman Barat, kabupaten Lima Puluh Kota, kota Payakumbuh, kota Bukit Tinggi dan kabupaten Agam;

3. Kepala Seksi Konservasi Wilayah II yang berkedudukan di Batusangkar dengan wilayah kerja: Kabupaten Tanah Datar, kota Padang. Kota dan Padang Pariaman, kabupaten Kepulauan Mentawai, kota Padang Panjang dan kabupaten Pariaman

4. Kepala Seksi Konservasi Wilayah III yang berkedudukan di Muaro Sijunjung dengan wilayah kerja: Kabupaten Dharmasraya, Kota Sawahlunto kabupaten Sijunjung, kota Solok, kabupaten Solok Selatan, kabupaten Pesisir Selatan, kota Solok dan kota Sawahlunto.

III. Hutan Sumatera Barat

Penunjukkan kawasan

Penunjukkan kawasan hutan di Sumatera Barat telah diatur melalui beberapa kali keputusan Menteri yang mengurusi Kehutanan. Kawasan hutan pertama kali ditunjuk secara formal di atur melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 623/Kpts/ Um/8/1982 tanggal 25 Agustus 1982 tentang Penunjukkan Areal Hutan di WIlayah Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat seluas 3.380.602 (tiga juta tiga ratus delapan puluh ribu enam ratus dua hektar) sebagai kawasan hutan Melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 422/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat Seluas 2.600.286 (Dua juta enam ratus ribu dua ratus delapan puluh enam) hektar kawasan hutan tersebut ditunjuk ulang berdasarkan hasil penataan batas kawasan yang telah dilakukan.

Penunjukkan hutan provinsi terakhir melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.35/Menhut-II/2013 tanggal 15 Januari 2013 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kehutan dan Perkebunan Nomor 422/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999 Tentang Penunjukkan Kawasan Hutan di WIlayah Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat seluas 2.600.286 (Dua Juta Enam Ratus Ribu Dua Ratus Delapan Puluh Enam) Hektar. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 422/ Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999 menunjuk kembali kawasan hutan seluas 2.600.286 ha yang terdiri dari:

1. KSA/ KPA : 846.175 ha

2. Hutan lindung : 910.533 ha

3. Hutan Produksi Terbatas : 246.383 ha

4. Hutan Produksi Tetap : 407.849 ha

5. Hutan Produksi yang Dapat dikonversi : 189.346 ha

Total : 2.600.286 ha

Sedangkan menurut hasil analisa Keputusan Menteri Kehutanan No. 35/Menhut-II/2013 tanggal 15 Januari 2013, luas kawasan hutan di Sumatera Barat menjadi:

1. KSA/KPA : 807.336,89 ha

2. HL : 792.281,21 ha

3. HP : 360.883,29 ha

4. HPK : 188.353,69 ha

5. HPT : 233.171,30 ha

Total : 2.382.026,37 ha

Kawasan konservasi tersebut di atas dalam pelaksanaan pengelolaannya dilakukan oleh beberapa pihak antara lain adalah sebagai berikut (sesuai dengan analisis data peta di atas):

1. Balai KSDA Sumatera Barat mengelola kawasan CA, TWA, dan KSA/ KPA seluas + 247.282 ha;

2. Balai Besar TN Kerinci Seblat yang mengelola kawasan TN Kerinci Seblat seluas + 345.028 ha

3. Balai TN Siberut mengelola TN Siberut seluas + 177.599 ha;

4. Dinas Pariwisata Kota Padang yang mengelola kawasan Tahura Dr. M. Hatta seluas + 240 ha;

5. Kementerian Kelautan dan Perikanan mengelola TWA Pulau Pieh seluas + 37.188 ha.

IV. Kawasan Konservasi

Kawasan konservasi yang dikelola oleh Balai KSDA Sumatera Barat ditunjuk terakhir kali berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.35/MenhutII/2013 tanggal 15 Januari 2013 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kehutan dan Perkebunan Nomor 422/ Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999 Tentang Penunjukkan Kawasan Hutan di WIlayah Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat seluas 2.600.286 (Dua Juta Enam Ratus Ribu Dua Ratus Delapan Puluh Enam) Hektar.

Mengacu pada keputusan tersebut luas kawasan konservasi yang dikelola Balai KSDA Sumatera Barat adaah seluas 247.669,05 ha, jumlah ini mencakup 30,63% dari luas kawasan konservasi yang ada di Sumatera Barat atau 10,38% dari luas hutan di Sumatera Barat.

Kawasan konservasi yang dikelola oleh Balai KSDA Sumatera Barat ditunjuk terakhir kali berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.35/MenhutII/2013 tanggal 15 Januari 2013 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kehutan dan Perkebunan Nomor 422/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999 Tentang Penunjukkan Kawasan Hutan di WIlayah Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat seluas 2.600.286 (Dua Juta Enam Ratus Ribu Dua Ratus Delapan Puluh Enam) Hektar.

Adapun nama dan luas kawasan konservasi yang dikelola Balai KSDA Sumatera Barat disajikan dalam tabel berikut:

Tabel: Luas Kawasan Konservasi dalam Pengelolaan Balai KSDA Sumatera Barat

Keterangan :
1 Luas kawasan dihitung secara spatial terhadap poligon kawasan konservasi menurut SK.35/ Menhut-II/2013
2 Kawasan telah ditetapkan, dapat terjadi perbedaan luas dengan penetapannya
3 Penetapan fungsi kawasan, dapat terjadi perbedaan luas dengan penetapannya.

Dari sejarah penunjukkan kawasan, kawasan konservasi yang saat ini dikelola Balai KSDA Sumatera Barat terbagi menjadi 3 bagian utama:

  1. Kawasan konservasi yang ditunjuk sejak penjajahan Belanda, saat itu telah ditunjuk 5 kawasan yang saat ini menjadi CA Batang Palupuh, Beringin Sakti, Lembah Anai, Lembah Harau dan Rimbo Panti.
    Kawasan yang ditunjuk pada periode ini relatif kecil, akses cukup baik dan adanya isu spesifik yang melatar belakangi penunjukkan kawasan.
  2. Penunjukkan taman wisata alam dari hasil alih fungsi CA yang ditunjuk dari penjajahan Belanda di atas, kawasan tersebut adalah TWA Lembah Harau, Mega Mendung dan Rimbo Panti;
  3. Kawasan konservasi yang ditunjuk sebagai perluasan dari CA dan TWA tersebut di atas, kawasan ini kemudian menjadi kawasan inti pengelolaan kawasan konservasi yang dikelola Balai KSDA Sumatera Barat saat ini, karena luasannya yang signifikan. Pada periode tahun 2016, kawasan-kawasan tersebut telah ditetapkan dalam fungsi pengelolaan operasional baik sebagai cagar alam, suaka margasatwa atau taman wisata alam.

Dari segi pemantapan kawasan sendiri, hingga saat ini kawasan konservasi Balai KSDA Sumatera Barat baru ditetapkan 2 kawasan, yaitu CA Batang Pangean II dan TWA Rimbo Panti, sedangkan kawasan lain masih
berstatus penunjukan, namun sebagian besar telah ditata batas temu gelang.

Kawasan CA Batang Pangean II ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 222/ Kpts-II/2000 tanggal 2 Agustus 2000 tentang Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 222/Kpts-II/2000 tanggal 2 Agustus 2000 tentang Penetapan Kelompok Hutan Batang Pangean II seluas 33.580,10 (tiga puluh tiga ribu lima ratus delapan puluh, sepuluh perseratus) Hektar, yang terletak di Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung dan Kabupaten Solok, Propinsi Sumatera Barat sebagai Kawasan Hutan dengan fungsi Cagar Alam.

Sedangkan TWA Rimbo Panti ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kehutanan No. SK. 101/Menhut-II/2011 tanggal 18 Maret 2011 tentang Penetapan Kawasan Taman Wisata Alam Rimbo Panti yang terletak di Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat seluas 571,10 (lima ratus tujuh puluh satu dan lima puluh perseratur) Hektar.

Selain itu di Sumatera Barat terdapat 1 (satu) unit taman wisata alam laut, yaitu TWA Laut Pulau Pieh yang ditunjuk berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 070/Kpts-II/2000 tanggal 18 Maret 2000 seluas 39.000 ha.

TWA Laut tersebut telah diserahterimakan pengelolaannya dari Departemen Kehutanan kepada Departemen Kelautan dan Perikanan sesuai dengan BAP Dephut BA 01/MenhutII/2009 dan BAP Departemen Kelautan dan Perikanan No.108/Men.KP/III/2009 tanggal 4 Maret 2009.

Dalam boks di bawah dapat dilihat penyebaran kawasan konservasi yang dikelola Balai KSDA Sumatera Barat menurut daerah kabupaten/ kota.

Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi Arau Hilir

Pengelolaan hutan berbasis tapak yang diwujudkan dalam pengelolaan hutan oleh kesatuan pengelolaan hutan juga dilakukan di Sumatera Barat.

Pada tahun 2013 berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.982/Menhut-II/2013 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi Arau Hilir yang Terletak di Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Solok, Kabupaten Pesisir Selatan, dan Kota Padang Provinsi Sumatera Barat seluas 105.375 (Seratus Limapuluh Ribu Tiga Ratus Tujuh Puluh Lima) Hektar tanggal 27 Desember 2013 telah ditetapkan wilayah KPHK Arau Hilir dan mulai periode tahun 2014 telah mulai kelola oleh kesatuan pengelolaan hutan konservasi yang dibentuk oleh Balai KSDA Sumatera Barat.

Penetapan Fungsi Pengelolaan Hutan Konservasi

Kawasan-kawasan konservasi yang dikelola Balai KSDA Sumatera Barat pada periode awal kemerdekaan Indonesia hingga akhir 2016 ditunjuk ‘hanya’ sebagai kawasan konservasi, tanpa kejelasan lebih lanjut tentang
arah pengelolaan fungsi kawasan.

Pada periode ini, kawasan-kawasan tersebut dikelola dan ‘diperlakukan’ sebagai cagar alam dengan pertimbangan strategis dan memudahkan pengklasifikasian fungsi pengelolaan pada periode berikutnya.

Dalam gambar peta di halaman berikut dapat dilihat peta kawasan konservasi yang dikelola Balai KSDA Sumatera Barat.

Kawasan konservasi menurut wilayah administrasi kabupaten

Provinsi Sumatera Barat terdiri dari 19 Kabupaten/ Kota, dari jumlah tersebut pada 15 daerah kabupaten/ kota terdapat kawasan konservasi yang dikelola Balai KSDA Sumatera Barat, wilayah kabupaten/ kota yang tidak terdapat kawasan konservasi adalah Kabupaten Solok Selatan, Kota Bukittinggi, Kota Pariaman, Kota Payakumbuh dan Kota Sawahlunto, daftar luasan kawasan konservasi menurut wilayah administrasi kabupaten seperti tabel di bawah.

Keterangan :

  1. Nama Kabupaten: 1: Kabupaten Agam, 2: Kabupaten Dharmasraya, 3: Kabupaten Kepulauan Mentawai, 4: Kabupaten Lima Puluh Kota, 5: Kabupaten Padang Pariaman, 6: Kabupaten Pasaman, 7: Kabupaten Pasaman Barat, 8: Kabupaten Pesisir Selatan, 9: Kabupaten Sijunjung, 10: Kabupaten Solok, 11: Kabupaten Tanah Datar, 12: Kota Padang, 13: Kota Padang Panjang, 14: Kota Solok
  2. Data wilayah kabupaten berdasarkan data dari BPS, 2010