Bertahun-tahun Joni Hartono (50) berupaya menumbuhkan Rafflesia arnoldii di pekarangan rumah. Tahun 2009, bunga pertama mekar di luar habitatnya dan telah 15 kali mekar hingga saat ini. Keberhasilannya itu menerbitkan harapan akan kelestarian puspa langka itu di masa mendatang.
Sebuah bonggol cokelat muda kemerahan tumbuh pada akar tetrastigma di pekarangan rumah nan teduh. Bonggol berdiameter sekitar 30 cm diperkirakan berusia sembilan bulan. Di sekitarnya tumbuh pula 20 bonggol lainnya berwarna coklat, dari seukuran bola pingpong hingga seukuran kelapa. Meskipun sinar mentari menyengat, pekarangan itu sejuk karena tertutupi pohon rindang.
Bonggol-bonggol itu adalah bakal bunga Rafflesia arnoldii. Akar tetrastigma dan bakal bunga raflesia itu ditanam oleh Joni Hartono di pekarangan rumah orangtuanya di Jorong Batang Palupuh, Nagari Koto Rantang, Kecamatan Palupuh, Agam, Sumatera Barat. ”Bonggol yang besar ini sudah muncul sekitar sembilan bulan, akan mekar sekitar seminggu lagi. Kira-kira nanti diameternya saat mekar sempurna sekitar 50 cm,” kata Joni yang sehari-hari bekerja sebagai pemandu wisata, Minggu (3/4/2022).
Joni mulai tertarik pada bunga terbesar di dunia itu saat menjadi pemandu para peneliti asing dan lokal yang meneliti Rafflesia arnoldii di Cagar Alam Batang Palupuh sejak 1998. Dari cerita mereka, Joni tahu bahwa bunga langka dan susah berkembang itu adalah harta yang perlu dijaga dan dilestarikan.
Joni menceritakan, ketertarikannya pada bunga terbesar di dunia itu bermula dari menjadi pemandu para peneliti asing dan lokal yang meneliti Rafflesia arnoldii di Cagar Alam Batang Palupuh sejak 1998. Ia sering melihat raflesia dan mendengarkan cerita tentang raflesia dari para peneliti yang ia dampingi.
Menurut Joni, bunga langka dan susah berkembang itu adalah harta yang perlu dijaga dan dilestarikan. Salah satu upaya menjaga keberadaannya dengan menumbuhkan bunga itu di luar habitatnya. Berbekal pengetahuan dari peneliti dan pengalaman pribadi, Joni mulai menanam akar tetrastigma di pekarangan rumah orangtuanya pada 2000.
Joni menjelaskan, tidak sulit untuk menanam akar tetrastigma yang menjadi inang bagi bunga raflesia yang bersifat parasit ini. Walakin, butuh kesabaran dan ketekunan karena butuh waktu lama, bertahun-tahun.
Setelah akar tumbuh besar, sekitar enam tahun, Joni mulai menempelkan biji-biji rafflesia yang didapat di hutan ke akar tetrastigma agar tumbuh bonggol. Penempelan itu dilakukan berulang-ulang hingga 10 kali selama bertahun-tahun hingga akar tetrastigma terinfeksi dan ditumbuhi bonggol raflesia. Di hutan, proses ini secara alami dilakukan oleh tupai dan semut.
”Bunga pertama mekar tahun 2009. Diameternya sekitar 1 meter. Butuh sembilan tahun sejak akar ditanam. Hingga sekarang sudah 15 kali raflesia mekar di pekarangan rumah. Terakhir pada 11 Maret, diameternya sekitar 60 cm,” ujarnya.
Kata Joni, tidak ada perbedaan antara raflesia di hutan dan yang ditanam di pekarangan rumah. Raflesia yang mekar di pekarangan rumah diameternya cenderung mengecil. Hal itu diperkirakan akibat kekurangan air dan nutrisi, baik karena lokasi maupun banyaknya jumlah bonggol di satu akar tetrastigma. Adapun di hutan semua kebutuhan terpenuhi.
Selain raflesia, di pekarangan rumah seluas 6 meter x 12 meter itu juga ada lebih dari 30 batang bunga bangkai atau Amorphophallus yang ditanam Joni. Ada tiga jenis bunga bangkai di pekarangan itu, yaitu Amorphophallus titanum, Amorphophallus gigas, dan Amorphophallusprainii.
Di pinggir kawasan Cagar Alam Batang Palupuh, Minggu (3/4) pagi, satu bunga Rafflesia arnoldii dengan diameter kelopak sekitar 70 cm tengah mekar sempurna. Karena cuaca panas beberapa waktu terakhir, bunga itu hampir mengering. Bunga tidak lagi mengeluarkan bau busuk dan tidak lagi dikerubungi lalat.
Joni yang memperhatikan sekaligus menjaga raflesia itu mengatakan, bunga parasit itu sudah tiga hari mekar sempurna. Ia memperkirakan bunga bakal bertahan paling lama 3-4 hari sebelum membusuk. Akses ke lokasi ini relatif dekat, sekitar 250 meter jalan kaki dari tempat terakhir parkir sepeda motor. Sementara itu, dari pusat Kota Bukittinggi, jaraknya sekitar 11 kilometer.
Dijelaskan Joni, di Jorong Batang Palupuh, ada lima titik sebaran Rafflesia arnoldii, yaitu satu di Cagar Alam Batang Palupuh dan empat lainnya di hutan masyarakat. Sejak awal tahun 2022, setidaknya sudah 20 bunga raflesia mekar di titik-titik tersebut, termasuk di pekarangan rumah orangtuanya.
Seiring dengan upaya menanam raflesia di pekarangan rumah, Joni juga turut memperhatikan serta menjaga keberadaan raflesia di cagar alam dan kawasan hutan di Batang Palupuh. Ia selalu mengingatkan pengunjung yang datang agar tidak menyentuh raflesia dan menginjak bonggol. Raflesia sangat sensitif terhadap sentuhan.
Selain itu, Joni juga menanam akar tetrastigma di kawasan hutan itu sejak bertahun-tahun silam di sela-sela kegiatannya memandu wisatawan. Tidak terhitung berapa bibit yang sudah ia sebar. Hal itu dilakukan agar keberadaan raflesia di hutan terus terjaga di tengah tren penurunan jumlah raflesia, terutama karena cuaca semakin panas.
Taman konservasi
Pandemi Covid-19 membuat kunjungan wisatawan, terutama mancanegara, tidak ada sama sekali. Di tengah kondisi itu, Joni memilih fokus membangun taman konservasi di salah satu perbukitan di Batang Palupuh. Lahan seluas 1 hektar milik kerabatnya itu sebelumnya adalah kebun di pinggir kawasan hutan.
Sebulan lalu, Joni menanam sekitar 30 akar tetrastigma di taman konservasi yang dirintisnya. Akar itu ia bibitkan di dalam polybag di pekarangan rumah sejak setahun lalu. Diperkirakan baru enam tahun kemudian biji raflesia bisa ditempelkan ke akar itu. Upaya merintis taman konservasi Joni lakukan secara swadaya.
”Taman konservasi ini saya buat untuk menjaga kelestarian bunga raflesia bagi generasi berikutnya. Kalau sudah jadi, nanti bisa menjadi tempat edukasi bagi anak-anak sekolah. Tempat ini khusus raflesia dan bunga langka lainnya,” kata Joni.
Kepala BKSDA Sumbar Ardi Andono mengatakan, keberadaan Joni menjadi keunggulan Cagar Alam Batang Palupuh, salah satu habitat Rafflesia arnoldii di Ranah Minangkabau. Kemampuan Joni menumbuhkan Rafflesia arnoldii dan puspa langka lainnya turut membantu menjaga hutan.
”Dia bisa membudidayakan Rafflesia arnoldii. Ini penting sehingga tanpa harus masuk ke kawasan hutan, orang bisa melihat (raflesia) di luar kawasan, bahkan bisa dilihat di pekarangan rumahnya,” kata Ardi.
Menurut Ardi, di Indonesia, warga biasa, bukan peneliti atau akademisi, yang punya kemampuan seperti Joni sangat sedikit. Sebab, proses menangkar raflesia tidak mudah, butuh waktu lama hingga bertahun-tahun. ”Di Sumbar, mungkin hanya Pak Joni orang biasa (yang bisa melakukan),” ujarnya.
Joni Hartono
Lahir: Bukittinggi, 10 Juni 1972
Pekerjaan: Pekerja lepas dan pemerhati rafflesia
Pendidikan: SMA (lulus 1991)
Sumber: https://www.kompas.id/baca/sosok/2022/04/07/keberhasilan-joni-hartono-menanam-rafflesia-di-pekarangan-rumah